Minggu, 07 Agustus 2011

Segala yang anda miliki, pada hakekatnya adalah semu

Sebagaimana yang dapat terlihat dengan jelas, fakta ilmiah menyatakan bahwa “alam luar” tidak memiliki realitas materi dan bahwa ini merupakan sekumpulan kesan yang disajikan untuk roh kita oleh Allah dengan tiada henti dan abadi. Namun demikian, manusia biasanya tidak memasukkan, atau tidak ingin dimasukkan, segalanya dalam konsep “alam luar”.
 
Renungkanlah hal ini dengan jujur dan tegas. Anda akan menyadari bahwa rumah, mebel, mobil—yang mungkin baru saja dibeli, kantor, permata, rekening bank, almari pakaian, pasangan hidup, anak-anak, teman, dan lain-lain yang anda miliki sebenarnya termasuk dalam alam luar yang bersifat khayal yang tertuju kepada anda. Segala yang anda lihat, dengar, atau rasakan—pendek kata—melalui panca indera sekitar anda merupakan bagian dari “alam khayalan” ini: suara penyanyi favorit anda, kerasnya kursi yang anda duduki, parfum yang baunya anda sukai, speedboat yang bergerak cepat di atas air, kebun anda yang subur, komputer yang anda gunakan pada pekerjaan anda, atau hi-fi anda yang berteknologi tercanggih…
 
Hal ini merupakan realitas, karena dunia hanya merupakan sekumpulan kesan yang diciptakan untuk menguji manusia. Manusia diuji melalui kehidupannya yang terbatas dengan persepsi yang tiada memiliki realitas. Persepsi-persepsi ini disajikan dengan tujuan sebagai daya tarik. Fakta ini disebutkan dalam Al-Qur’an:
Menjadi tampak indah bagi manusia kecintaan kepada yang diingininya; perempuan-perempuan, putera-putera, emas dan perak yang bertimbun-timbun, serta kuda pilihan yang diselar, binatang ternak dan tanah ladang. Itulah harta benda dalam kehidupan dunia, tetapi kepada Allah itulah tempat kembali terbaik. (Surat Aali ‘Imraan, 14) 
 
Sebagian besar manusia mengejar agamanya jauh dari dayatarik harta benda, kekayaan, timbunan yang menggunung dari emas, perak, dolar, rekening bank, kartu kredit, almari pakaian yang penuh dengan pakaian, mobil model terbaru, pendek kata, segala bentuk kekayaan yang mereka miliki atau diupayakan untuk dimiliki. Mereka hanya lebih menekankan dunia ini namun melupakan akhirat. Mereka tertipu oleh dayatarik kehidupan dunia, dan lalai untuk menegakkan shalat, memberi sedekah kepada kaum miskin, dan menjalankan ibadah yang akan mensejahterakan mereka di hari kemudian. Mereka berkata, “Saya punya sesuatu untuk dikerjakan”, dan “Saya punya cita-cita”, “Saya bertanggung jawab”, “Saya tidak punya cukup waktu”, “Saya punya sesuatu untuk diselesaikan”, dan “Saya akan lakukan nanti”. Mereka menghabiskan kehidupannya hanya untuk memenuhi kehidupan dunia. Dalam ayat “Mereka hanya mengetahui yang lahir dalam kehidupan dunia, tetapi akhirat mereka lalaikan.” (Surat ar-Ruum, 7), kesalahanpahaman ini dijelaskan.
 
Jika kita merenungkan dalam-dalam semua yang dikatakan di sini, kita akan segera menyadari sendiri situasi ajaib yang luar biasa: bahwa semua kejadian di dunia tidak lain kecuali imajinasi belaka…
Fakta yang kita gambarkan di bab ini, yaitu bahwa segala sesuatu merupakan kesan, sangat penting karena implikasinya yang menyebabkan segala nafsu dan batas-batas menjadi tiada berarti. Pembuktian fakta ini menjelaskan bahwa segala yang orang miliki atau yang diusahakan keras untuk dimiliki—kekayaan yang dicari dengan rakus, anak-anak yang mereka banggakan, pasangan hidup yang mereka anggap paling dekat dengannya, teman-teman, tubuh mereka, status sosial yang mereka yakini terpandang, sekolah yang mereka hadiri, hari libur yang mereka isi—tiada berarti selain sekadar ilusi. Karena itu, segala upaya, waktu yang dihabiskan, dan ketamakannya, terbukti sia-sia belaka.
 
Inilah penyebab banyak orang membodohi diri-sendiri ketika mereka menimbun harta dan kekayaan atau “kapal yachts, helikopter, saham, rumah dan tanah” seolah-olah benar-benar ada. Orang-orang itu memamerkan kapal yacht, mobil, tiada henti membicarakan kekayaan mereka, menganggap kedudukan mereka lebih tinggi dari orang lain, dan tetap mengira bahwa mereka berhasil karena semua ini; mereka semestinya benar-benar memikirkan jenis keadaan yang akan mereka temukan sendiri di dalamnya segera setelah menyadari bahwa kesuksesan itu tiada lain kecuali ilusi belaka.
 
Pemandangan ini juga terlihat berulang kali dalam mimpi. Dalam mimpi, mereka juga mempunyai rumah, mobil yang melaju cepat, permata yang sangat indah, tumpukan dolar, emas dan perak. Dalam mimpi, mereka juga berkedudukan tinggi, mempunyai pabrik sendiri dengan jutaan pekerja, memiliki kekuasaan atas banyak orang, dan mengenakan pakaian yang dikagumi oleh setiap orang. Sebagaimana orang yang membanggakan miliknya terjaga dari mimpinya akan ditertawakan, ia pasti juga akan diejek bila memamerkan kesan yang ia lihat di dunia ini. Apa yang ia lihat baik yang ada dalam mimpi maupun di dunia hanya merupakan kesan di dalam benaknya.
 
Begitu pula, cara orang bereaksi terhadap peristiwa yang mereka alami di dunia akan membuat mereka merasa malu ketika mereka menyadari realitasnya. Mereka yang berselisih satu dengan yang lain, berdebat mati-matian, menipu, menyuap, memalsukan, berbohong, kikir, banyak melakukan kesalahan kepada orang lain, memukul, dan mengutuk orang lain, sewenang-wenang, bernafsu mengejar jabatan dan kedudukan, iri hati, dan pamer, akan tercemar ketika mereka menyadari telah melakukan semua ini di alam mimpi.
Karena Allah menciptakan semua kesan ini, Pemilik Akhir segala yang ada dan tiada ialah Allah sendiri. Fakta ini ditekankan dalam Al-Qur’an:
Milik Allah segala yang di langit dan yang di bumi. Dan Ia meliputi segala sesuatu (Surat an-Nisaa’, 126) 
 
Sungguh merupakan kebodohan besar mencampakkan agama demi memenuhi hawa nafsu yang bersifat khayalan dan kehilangan kehidupan kekal yang berarti kehilangan selama-lamanya.
Pada tahap ini, satu hal mesti diperhatikan. Ini tidak berarti bahwa “hak milik, kekayaan, anak, pasangan hidup, teman, kedudukan yang anda miliki yang dengannya anda menjadi bakhil atau kikir, akan sirna cepat atau lambat, dan karena itu tidak berarti apa-apa”, tetapi bahwa “semua milik yang tampaknya anda miliki itu benar-benar tidak ada, tetapi semuanya itu hanya mimpi yang terdiri dari kesan-kesan yang Allah tunjukkan kepada anda untuk menguji anda”. Seperti yang anda lihat, ada perbedaan mencolok antara dua pernyataan tersebut.
 
Meski manusia tidak ingin segera mengakui kebenaran ini dan justru menipu diri-sendiri dengan menganggap bahwa segala yang ia miliki benar-benar ada, ia akhirnya meninggal dan di hari kemudian segalanya akan jelas ketika kita dibangkitkan lagi. Pada hari itu “tajamlah mata manusia” (Surat Qaaf, 22) dan kita akan melihat segalanya lebih jelas. Meskipun demikian, jika kita telah menghabiskan kehidupan kita mengejar tujuan yang bersifat khayalan itu, kita akan berkeinginan tidak pernah hidup dalam kehidupan ini dan berkata “Wahai! Cobalah kematian cukup menyudahi aku! Harta kekayaanku tak bermanfaat bagiku! Kekuasaanku pun hancur semua!” (Surat al-Haaqqah, 27-29).
 
Di sisi lain, yang semestinya dilakukan oleh orang bijaksana adalah berupaya memahami realitas terbesar alam semesta di sini di dunia ini, ketika ia masih punya banyak waktu. Kalau tidak, ia akan menghabiskan seluruh hidupnya mengejar impian dan menghadapi hukuman yang menyedihkan pada akhirnya. Dalam Al-Qur’an, keadaan akhir manusia yang mengejar ilusi (atau khayalan) di dunia ini dan melupakan Penciptanya, dinyatakan sebagai berikut:
 
Tetapi mereka yang kafir, amal mereka seperti bayangan di padang pasir, yang oleh orang yang sedang kehausan dikira air, sehingga bila ia sampai ke tempatnya, tak ada apa-apa, tetapi yang ditemuinya Allah bersama dia, dan Allah membuat perhitungan. (Surat an-Nuur, 39)
 
copy-paste dari :
http://pemaloe.wordpress.com/2011/08/01/segala-yang-anda-miliki-pada-hakekatnya-adalah-semu-2/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar